hadits riwayat muslim no 1914

DariAbu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, "Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan Lâ ilâha illallâh, dan yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan.Dan malu itu termasuk bagian dari iman. HaditsRiwayat Muslim No 4674 Archives Temanshalih Com. Tentang Ilmu 007 Hadits Riwayat Ibn Majah Hati Senang. Hadits Ke 4 Kezaliman Adalah Kegelapan Program Jodoh. Wunnis Blog Hadits Riwayat Muslim No 1837. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Tidak Pernah Mencela Makanan. BimbinganPuasa dari Rosululloh Jangan Mendahului Puasa Romadhon Dengan Puasa. Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu 'anhu, beliau berkata: Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah kalian mendahului Romadhon dengan berpuasa sehari atau 2 hari, kecuali orang yang terbiasa berpuasa maka boleh berpuasa." (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1914, Muslim dalam WunnisBlog Hadits Riwayat Muslim No 1837. Islam Itu Indah Islam Itu Indah A Partage La Publication Facebook. Kumpulan Motto Hidup Islami Penerang Kalbu Kutipkata. Hadis Riwayat Muslim Publicaciones Facebook. Kumpulan Kata Mutiara Quran Dan Hadits Www Islamislami Com. 16 Hadits Tentang Sabar Yang Patut Diketahui Nuqtoh. 2014 Kehidupan HR Bukhari no 2829, Muslim no 1914) Tentang orang yang mati karena sakit perut, atau penyakit yang berhubungan dengan perut seperti ; maag, kanker, usus buntu, kolera, disentri, batu ginjal dan lainnya, hadits riwayat Muslim menyatakan : وَمَنْ ماَتَ فِي الَبَطْنِ فَهُوَ شَهِيْدٌ . những cô gái trẻ bị ăn thịt ở tây tạng. Hadist merupakan salah satu pilar utama dalam agama islam setelah Al Quran. Pentingnya hadist dalam islam membuat Rasulullah serta para sahabat dan orang orang yang mengikuti jalannya menaruh perhatian besar atasnya. Penulisan hadist adalah satu bukti perhatian besar Rasulullah dan para sahabat akan penulisan dimulai pada awal masa kenabian, awalnya Rasulullah melarang para sahabatnya menulis hadist, seperti riwayat dari Abu Said Al Khudry,لا تكتبوا عني ومن كتب عني غير القرآن فليمحه“Janganlah kalian menulis dari ku, dan barangsiapa yang telah menulis dari ku selain al Quran maka hapuslah”. HR. Muslim.Namun di akhir hayatnya Rasulullah mengizinkan penulisan hadits seperti yang diriwayatkan, dari Abdulllah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan,كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أُرِيدُ حِفْظَهُ ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ ، وَالرِّضَا ، فَأَمْسَكْتُ عَنِ الْكِتَابِ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ ، فَقَالَ اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلاَّ حَقٌّ.“Dahulu aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah karena aku ingin menghafalnya. Kemudian orang orang Quraisy melarangku, mereka berkata, “Engkau menulis semua yang kau dengar dari Rasulullah? Dan Rasulullah adalah seorang manusia, kadang berbicara karena marah, kadang berbicara dalam keadaan lapang”. Mulai dari sejak itu akupun tidak menulis lagi, sampai aku bertemu dengan Rasulullah dan mengadukan masalah ini, kemudian beliau bersabda sambil menunjukkan jarinya ke mulutnya, “tulislah! Demi yang jiwaku ada di tanganNya, tidak lah keluar dari mulutku ini kecuali kebenaran”. HR. Adu Dawud, Ahmad, Al Hakim.Dua hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah pernah melarang penulisan hadits, dan membolehkan penulisan hadist. Para ulama Rabbani mereka mempunyai pendapat akan dua hadits tersebutPendapat pertama, mereka menjamak semua hadits pelarangan dan pembolehan, dan berpendapat bahwa Rasulullah melarang penulisan hadits karena beberapa sebab diantaranya,Pelarangan penulisan hadits terjadi jika hadits di tulis dalam lembaran yang sama bersama Al penulisan hadits terjadi saat wahyu Al Quran masih turun, karena Nabi takut tercampurnya Al Quran dengan penulisan hadits terjadi karena Nabi takut kaum muslimin akan sibuk terhadap hadist melebihi kesibukkannya terhadap Al penulisan hadits dikhususkan untuk yang mempunyai hafalan yang kuat, dan di bolehkan jika tidak memiliki hafalan yang kedua, Ulama berpendapat bahwa hadits-hadits tentang pelarangan penulisan haditstidak ada yang shohih, karena menurut sebagian para Ulama hadist dari Abu Sa’id di atas adalah mauquf seperti yang di nukilkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul ketiga, dari para ulama seperti Imam Al Baghowi, Ibnu Qutaibah, Imam Nawawi, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimyah mengatakan bahwa hadits -hadits pelarangan itu terhapus dengan hadits -hadits pembolehan penulisan hadits , bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menukil bahwa ini adalah pendapat jumhur dari semua pendapat Ulama, bahwasanya penulisan hadits itu di bolehkan, bahkan di sunnahkan menulisnya dan sudah terjadi di zaman terdapat Ijma dari para ulama akan bolehnya penulisan Hadist Nabi seperti yang di cantumkan oleh Al Qodi Iyadh dalam kitab Ikmal AlMu’lim, Ibnu Solah dalam kitab Ulumu Al Hadist, Ibnu Atsir dalam kitab Jami’ Al Usul, dan Imam Dzahabi dalam kitab Siyar, Juga Al Iraqi dalam zaman Sahabat radhiallahu’anhum terdapat beberapa kemajuan pengumpulan dan penulisan hadist, itu di tandai dengan adanya Suhuf atau lembaran lembaran yang di milki oleh sebagian sahabat, seperti,Shohifah Abu Bakar As Sidiq Lembaran Abu Bakar As SiddiqSohifah Ali Bin Abi Tholib Lembaran Ali Bin Abi TholibSohifah Abdullah bin Amr bin Ash atau di kenal dengan Sohifah Sodiqoh Lembaran KebenaranPara sahabat saling menulis hadits Catatan kakiShohifah Abu Bakar As Sidiq Lembaran Abu Bakar As SiddiqDi riwayatkan dari Anas Bin Malik Sesungguhnya Abu Bakar pernah mengutusnya untuk mengambil sedekah dari kaum muslimin, dan menuliskan di lembaran tersebut faraid Sedekah dan disana juga terdapat cap cincin Rasulullah”.5Sohifah Ali Bin Abi Tholib Lembaran Ali Bin Abi TholibDi riwayatkan oleh Abi Juhaifahعن أبي جحيفة قال قلت لعلي هل عندكم كتاب ؟ قال لا ، إلا كتاب الله أو فهم أعطيه رجل مسلم أو ما في هذه الصحيفة . قال قلت فما في هذه الصحيفة ؟ قال العقل وفكاك الأسير ولا يقتل مسلم بكافر.“Aku bertanya kepada Ali Bin Tholib, apakah engkau mempunyai sesuatu yang tertulis dari Rasulullah?”. Ali menjawab, “ Tidak, kecuali Kitabullah, atau pemahaman yang ku berikan kepada seorang muslim, atau yang ada di lembaran ini”.Aku berkata, apa yang di dalam lembaran itu?, beliau menjawab,“ Al Aql6, serta hukum tentang tawanan perang, dan janganlah seorang muslim membunuh orang kafir”. Abdullah bin Amr bin Ash atau di kenal dengan Sohifah Sodiqoh Lembaran KebenaranDi riwayatkan dari Mujahid, “Aku pernah mendatangi Abdullah bin Amr, kemudian aku membaca lembaran yang berada di bawah tempat tidurnya, lalu ia melarangku, akupun bertanya kepadanya mengapa melarangku membacanya, beliau menjawab,هذه الصادقة هذه ما سمعت من رسول الله صلى الله عليه ليس بيني وبينه أحدIni adalah lembaran yang berisi kebenaran, ini adalah yang aku dengar langsung dari Rasulullah”. 8Para sahabat saling menulis hadits Setelah Rasulullah wafat, para sahabat Nabi berpencar mendakwah agama yang mulia ini, maka jauhnya jarak mereka membuat sebagian mereka tidak mengetahui hadist yang ada pada suadaranya,hal ini membuat mereka saling menulis hadist yang mereka punya, kemudian memberikan kepada sahabat yang lain yang tidak mengetahui hadist tersebut, seperti,Tulisan Jabir bin Samuroh kepada Amir bin Saad bin Abi Waqqash, juga tulisan Usaid bin Khudoir kepada Marwan bin Hakam berisi hadist Nabi dan beberapa keputusan atau pendapat Abu Bakar, Umar, Ustman, dan tulisan Zaid bin Arqom kepada Anas bin Malik. 9***[bersambung]Catatan kaki1 di nukilkan oleh Al Khattabi di kitab Maalimu di nukilkan oleh Ibnul Qoyim di Zadul Maad, dan Ibnu Hajar di Fathul di nukilkan oleh Ibnu di nukilkan oleh Ibnu Bukhari Kitab Zakat, bab zakat ghanam6 Maksudnya adalah diyat7 Shohih Bukhari Kitab Ilm, bab Kitabatul Ilm8 Lihat kitab Taqyiid Ilm Bab XXI P O L I G A M IOleh Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir RazzaqPembahasan Ketiga Dalil-dalil Poligami Dalam al-Qur-an tentang Hal Itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirmanوَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” [An-Nisaa/4 3]Sebab Turunnya Ayat dan Maknanya. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Urwah bin az-Zubair, ia menuturkan “Aku bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim bila-mana kamu mengawininya,” ia menjawab, Wahai keponakanku, anak perempuan yatim ini berada dalam pemeliharaan walinya, sedangkan harta perempuan yatim ini bercampur dengan harta walinya. Rupanya, harta dan kecantikannya mengagumkan walinya, sehingga walinya berhasrat untuk menikahinya dengan tanpa berlaku adil dalam memberikan mahar kepadanya sebagaimana yang diberikan kepada selainnya. Karena itu, mereka dilarang menikahi perempuan yatim itu, kecuali bila berlaku adil kepada mereka dan memberikan kepada mereka mahar yang layak, serta mereka diperintahkan supaya menikahi wanita-wanita yang mereka senangi selain mereka wanita-wanita yatim yang berada dalam perwalian-nya.’”Urwah menuturkan bahwa Aisyah mengatakan, “Orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam setelah ayat ini turun, lalu turunlah firman Allahوَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِDan mereka meminta fatwa kepadamu tentang para wanita…’” [An-Nisaa/4 127].Aisyah melanjutkan, “Allah berfirman dalam ayat lainوَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ… Sedang kamu ingin mengawini mereka… [An-Nisaa’ 127].Karena salah seorang dari kalian tidak suka menikahi wanita yatim yang menjadi perwaliannya jika hartanya sedikit dan kecantikannya kurang. Oleh karena itu, mereka dilarang menikahi wanita yatim yang mereka sukai harta dan kecantikannya kecuali dengan adil, karena mereka tidak menyukai wanita yatim jika hartanya sedikit dan kecantikannya kurang.”[1]Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Makna firman Allah مَثْنَـى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ Dua, tiga atau empat.’ An-Nisaa/4 127, yakni nikahilah wanita-wanita yang kalian sukai selain mereka; jika salah seorang dari kalian suka, silahkan menikah dengan dua wanita dan jika suka, silahkan menikah dengan empat wanita.”[2]Al-Fakhrur Razi berkata, “Dibolehkan menikahi dua wanita jika suka, tiga wanita jika suka dan empat wanita jika suka. Dibolehkan menikahi sejumlah ini bagi siapa yang suka. Jika dia takut tidak dapat berbuat adil, cukuplah dengan dua orang wanita. Dan jika dia masih takut tidak dapat berbuat adil di antara keduanya, maka cukupklah menikahi satu wanita saja.”Dalil dari Sunnah. Imam Ahmad meriwayatkan dari Salim, dari ayahnya, bahwa Ghailan bin Salamah ats-Tsaqafi masuk Islam dalam keadaan memiliki 10 isteri, maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Pilihlah empat orang dari mereka.” Ketika pada masa Umar, dia menceraikan isteri-isterinya dan membagi-bagikan hartanya di antara anak-anaknya. Ketika hal itu sampai kepada Umar, maka beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku benar-benar menduga bahwa syaitan pada apa yang dicurinya dari langit telah mendengar kematianmu lalu melontarkannya ke dalam hatimu, dan mungkin engkau hanya tinggal sebentar. Demi Allah, engkau benar-benar merujuk isteri-isterimu dan engkau menarik hartamu, atau aku benar-benar mengambilnya darimu dan aku memerintahkan supaya menguburkanmu untuk dirajam sebagaimana dirajamnya kubur Abu Raghal.”[3]Abu Dawud meriwayatkan dari al-Harits bin Qais bin Umairah al-Asadi, ia mengatakan, “Aku masuk Islam, sedangkan aku mempunyai delapan isteri. Lalu aku menyebutkan hal itu kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, “Pilihlah empat di antara mereka.”[4]Imam asy-Syafi’i meriwayatkan dalam Musnadnya dari Naufal bin Mu’awiyah ad-Daili, ia mengatakan, “Aku masuk Islam, sedangkan aku mempunyai lima isteri, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadaku, Pilihlah empat, mana di antara mereka yang engkau sukai, dan ceraikanlah yang lainnya.’ Lalu aku mendatangi wanita yang paling lama menjadi pendamping, yang sudah tua lagi mandul, bersamaku sejak 60 tahunan, lalu aku menceraikannya.”[5]Adapun makna firman Allah Subhanahu wa Ta’alaفَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ“… Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki…” [An-Nisaa/4 3].Ibnu Katsir berkata, “Yakni, jika kalian takut bila melakukan poligami tidak dapat berbuat adil di antara mereka, maka cukupkanlah satu saja atau para hamba sahaya. Sebab pembagian jatah di antara mereka hamba sahaya tidaklah wajib, tetapi dianjurkan. Barangsiapa yang melakukannya, maka itu bernilai baik dan barangsiapa yang tidak melakukannya, maka tidak berdosa.”[6]Sedangkan makna firman Allahوَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada isteri yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung…” [An-Nisaa/4 129].Para ulama mengatakan, “Mereka tidak akan dapat berlaku adil di antara para isteri berkenaan dengan apa yang terdapat dalam hati dan Allah memaafkannya. Dan mewajibkan keadilan dalam perkataan dan perbuatan. Jika dia condong dengan suatu ucapan atau perbuatan, maka itulah kecenderungan ketidakadilan.”[7]Kompromi di antara dua ayat ini, bahwasanya Allah membolehkan menikahi empat orang isteri, tetapi dengan syarat harus berlaku adil dalam perbuatan dan perkataan. Adapun adil dalam cinta di antara mereka, maka kalian tidak akan mampu berbuat adil walaupun kalian Shallallahu alaihi wa sallam memberi jatah dan berbuat adil, lalu beliau berucapاَللَّهُمَّ، هَذَا قَسْمِيْ فِيْمَا أَمْلِكُ، فَلاَ تَلُمْنِيْ فِيْمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمْلِكَ.“Ya Allah, inilah pembagianku pada apa yang aku miliki. Maka janganlah Engkau mencelaku pada apa yang Engkau miliki, sedangkan aku tidak memiliki.”Makna ucapan tersebut, bahwa beliau tidak memiliki apa yang ada dalam hatinya berupa cinta kepada sebagian isteri yang lebih mendalam daripada cintanya kepada sebagian yang lain. Sebab, hati adalah kepunyaan Allah; Dia memalingkannya bagaimana yang Dia demikian, syarat untuk menikahi empat wanita adalah keadilan, bukan keadilan dalam perkara yang terdapat dalam hati. Karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita di akhir ayat ini dengan firman-Nya, فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ “Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada isteri yang kamu cintai.” Tetapi Allah tidak memerintahkan kepada kita supaya tidak menikahi empat wanita, karena apa yang terdapat dalam hati adalah kepunyaan Allah. Dia Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada kita bahwa kita tidak akan mampu berbuat adil di dalamnya. Oleh karena itu, hendaklah masing-masing dari kita tidak cenderung melebihi kelaziman sehingga berdampak buruk kepada yang jika tidak dapat berbuat adil dalam menjatah giliran malam, harta dan selainnya, maka sebaiknya dia -bahkan harus- mencukupkan satu wanita saja. Jika tidak, maka dia termasuk golongan yang disinyalir oleh Rasul Shallallahu alaihi wa sallamمَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ، يَمِيْلُ لأَحَدِهِمَا عَلَى اْلأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَجُرُّ أَحَدَ شِقَّيْهِ سَاقِطًا أَوْ مَائِلاً.“Barangsiapa yang mempunyai dua orang isteri lalu cenderung kepada salah satu dari keduanya dibandingkan yang lainnya, maka dia datang pada hari Kiamat dengan menarik salah satu dari kedua pundaknya dalam keadaan jatuh atau condong.”[8]Dalam riwayat lainفَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ.“Lalu dia condong kepada salah satu dari keduanya, maka dia datang pada hari Kiamat dalam keadaan sisi tubuhnya condong.”Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu berucap, “Ya Allah, adapun hatiku, maka aku tidak bisa menguasainya. Adapun selain hal itu, aku berharap dapat berbuat adil.”Inilah bentuk keadilan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di antara isteri-isterinya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu anha, ia menuturkan, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak melebihkan sebagian kami atas sebagian lainnya dalam hal menjatah untuk tinggal di sisi kami. Terkadang beliau mengelilingi kami semua, lalu beliau mendekati setiap isterinya tanpa persetubuhan, hingga beliau sampai kepada isterinya yang mendapat giliran pada hari itu lalu tinggal di sisinya.”[9]Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu anha, ia mengatakan, “Jika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam hendak bepergian, maka beliau mengundi di antara isteri-isterinya; mana di antara mereka yang keluar bagian-nya, maka dia keluar bersama beliau. Dan beliau menjatah untuk tiap-tiap mereka malam dan siang harinya.”[10]Jabir bin Zaid berkata, “Aku mempunyai dua isteri dan aku berlaku adil di antara keduanya hingga dalam masalah ciuman.”Mujahid berkata, “Mereka menganjurkan supaya berbuat adil di antara para isteri hingga dalam masalah wewangian; ia memakai wewangian untuk yang ini sebagaimana memakai wewangian untuk yang lainnya.”Ibnu Sirin berkata, “Makruh suami berwudhu’ di rumah salah seorang isterinya tetapi tidak melakukan hal yang sama di rumah isterinya yang lain.”Abul Qasim berkata, “Cukuplah bagimu apa yang telah lewat dari perbuatan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya mengenai hal ini. Aku tidak mendapat kabar dari salah seorang di antara mereka bahwa dia menjatah menggilir, kecuali sehari di sini dan sehari di sana.”Ibnu Qudamah berkata, “Seseorang membagi di antara isteri-isterinya satu malam satu malam. Sedangkan pada siang harinya untuk mata pencahariannya dan menyelesaikan hak-hak orang lain, kecuali bila mata pencahariannya pada malam hari, seperti penjaga, maka dia menggilirnya pada siang hari, dan malamnya seperti siang harinya.”Secara ringkas, syarat-syarat poligami ialah sebagai berikutBahwa poligami hanya dibatasi empat wanita mensyaratkan adil di dalam bolehnya poligami, yaitu dalam hal tempat tinggal, pakaian, makanan, minuman, bermalam, mu’amalah dan segalanya, sesuai dengan keadaan dan memberikan nafkah kepada isteri-isteri dan anak-anaknya. Jika orang yang ingin berpoligami tidak mampu memberikan nafkah, maka dia tidak boleh melakukannya. Karena nafkah itu wajib atas suami menurut ijma’; berdasar-kan firman Allah Subhanahu wa Ta’alaالرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka...” [An-Nisaa/4 34].Tidak menghimpun wanita-wanita yang dilarang dinikahi sekaligus, seperti menikahi dua wanita bersaudara atau lebih sekaligus, antara wanita dan bibinya dari pihak ayahnya, dan antara wanita dan bibinya dari pihak ibunya. Ini adalah dilarang.[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir – Bogor] _______ Footnote [1] HR. Al-Bukhari no. 2494 kitab asy-Syariikah, Muslim no. 3018 kitab at-Tafsiir, an-Nasa-i no. 3346 kitab an-Nikaah, Abu Dawud no. 2068, kitab an-Nikaah. [2] Tafsiir Ibni Katsir I/598. [3] HR. At-Tirmidzi no. 1128 kitab an-Nikaah, Ibnu Majah no. 1953 kitab an-Nikaah, Ahmad no. 4617, Malik no. 1071 kitab ath-Thalaaq, dan hadits ini dalam riwayat Malik adalah mursal. [4] HR. Abu Dawud no. 1914 kitab ath-Thalaaq, Ibnu Majah no. 1953 kitab an-Nikaah. Ibnu Katsir berkata dalam Tafsiir al-Qur-aan I/599 “Sanadnya bagus.” [5] HR. Asy-Syafi’i dalam Musnadnya. [6] Tafsiir Ibni Katsir I/598. [7] Limaadzal Hujuum alaa Ta’addud az-Zaujaat hal. 18. [8] HR. At-Tirmidzi no. 1141 kitab an-Nikaah, dan at-Tirmidzi mengatakan “Aku tidak mengetahui hadits ini marfu’ kecuali dari hadits Hammam, dan Hammam adalah perawi tsiqat dan hafizh.” Semua perawinya tsiqat terpercaya, an-Nasa-i no. 3942 kitab Isyratun Nisaa’, Abu Dawud no. 2133 kitab an-Nikaah, Ibnu Majah no. 1969 kitab an-Nikaah, Ahmad no. 9740 ad-Darimi no. 2206 kitab an-Nikaah. [9] HR. Abu Dawud no. 2135 kitab an-Nikaah, dan di dalamnya terdapat Abdur-rahman bin Abiz Zinad, dan ia shaduq tapi ditsiqatkan oleh sejumlah ahli hadits, dan para perawi lainnya adalah tsiqat, Ahmad no. 24244. [10] HR. Muslim no. 2445 kitab Fadhaa-ilush Shahaabah, Abu Dawud no. 2138 kitab an-Nikaah, Ibnu Majah no. 1980 kitab an-Nikaah, Ahmad no. 24313, ad-Darimi no. 2208 kitab an-Nikaah. Home /A9. Fiqih Ibadah6 Nikah.../Dalil-Dalil Poligami Dalam Islam Hadis Nabi Muhammad Dari Abu Sa’id al-Khudri katanya, Rasulullah bersabda”Setiap orang yang puasa satu hari kerana Allah, maka Allah akan menjauhkannya dari neraka sejauh 70 000 musim.” Dari Abu Ayyub al-Anshari katanya, Rasulullah bersabda”Sesiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa.” Dari Abu Hurairah katanya, Rasulullah bersabda”Siapa yang meminjamkan untanya kepada satu keluarga untuk diperah susunya pagi dan petang maka pahalanya sungguh sangat besar.” Dari Jabir bin Abdullah katanya”satu jenazah berlalu di hadapan Rasulullah lalu baginda berdiri. Kami pun berdiri juga mengikut baginda. Kemudian kami berkata”Ya rasulullah! Itu jenazah orang Yahudi.” Sabda baginda”Kematian itu mengejutkan. Oleh itu bila kamu melihat jenazah lalu berdirilah.” Dari Abu Hurairah katanya, Rasulullah bersabda”Siapa yang mendapatkan Subuh satu rakaat sebelum terbit matahari, bererti dia telah mendapatkan Subuh seutuhnya. Dan sesiapa yang mendapatkan Asar satu rakaat sebelum matahari terbenam, bererti dia telah mendapatkan Asar seutuhnya.” Dari Abu Hurairah katanya”Rasulullah melihat kahak di kiblat masjid. Lalu baginda menghadap kepada orang ramai lalu bersabda”Bagaimana pendapat kamu semua jika seseorang sedang solat menghadap Tuhannya, lalu dia meludah ke hadapan? Senangkah kamu jika kamu sedang dihadapi seseorang, tiba-tiba orang itu meludahi mukamu? Kerana itu jika kamu meludah ketika solat, maka ludahlah ke kiri atau ke bawah kakimu. Jika itu tidak mungkin, ludahlah ke sapu tanganmu.” Dari Anas bin Malik katanya, Rasulullah bersabda”Aku dibawa orang Jibril ke telaga zamzam; di sana dadaku dibelah kemudian dibersihkan dengan air zamzam, sesudah itu aku dihantarkannya kembali ke tempatku semula.” Dari Ibnu Umar katanya”Aku mendengar Rasulullah bersabda”Tidak diterima solat seseorang tanpa suci dan tidak diterima sedekah yang berasal daripada kejahatan seperti mencuri, menipu, menggelapkan wang, merompak, judi dan sebagainya” Translation API About MyMemory Human contributions From professional translators, enterprises, web pages and freely available translation repositories. Add a translation Malay hadis riwayat muslim English hadith muslim history Last Update 2017-07-23 Usage Frequency 2 Quality Reference Malay hadis riwayat ibnu majjah dan ibnu hibban English hadith narrated by muslim Last Update 2016-04-18 Usage Frequency 2 Quality Reference Anonymous Malay memelihara kesucian ramadan alhamdulillah kita telah pun melangkah masuk di pertengahan bulan syaaban. lebih kurang 15 hari lagi kita akan bertemu dengan bulan ramadan yang mulia. apakah perasaan kita pada masa ini dalam menyambut bulan yang mulia? adakah sangat teruja? berdebar? atau biasa- biasa sahaja. semoga kita tergolong dalam golongan yang sangat teruja dengan ketibaan bulan yang mulia ini, insyaallah. berbicara mengenai puasa, tentunya kita akan dapat merasai perbezaan antara berpuasa sunat dengan puasa ramadan. berpuasa pada bulan ramadan bukan sahaja menuntut kita untuk menahan diri daripada lapar dan dahaga, malah kita juga dituntut untuk menjaga kesucian bulannya agar tidak dicemari dengan perkara-perkara maksiat. ini adalah kerana, bulan ramadan adalah bulan yang paling agung dan istimewa berbanding dengan bulan-bulan yang lain kerana pada bulan inilah al-quran diturunkan. allah swt berfirman yang bermaksud “masa yang diwajibkan kamu berpuasa itu ialah bulan ramadhan, bulan yang padanya diturunkan al quran menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan menjelaskan perbezaan antara yang benar dengan yang salah.” surah al baqarah ayat 185 saudara, bulan ramadan adalah medan untuk kita berlumba-lumba untuk mengejar pahala semaksima mungkin kerana setiap kebaikan yang kita kerjakan pasti akan diganjari dengan pahala yang berlipat kali ganda. ia berdasarkan hadis qudsi yang bermaksud “setiap amalan anak adam adalah digandakan pahalanya kepada sepuluh hingga 700 kali ganda, maka berkata allah swt kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah khas untukku dan akulah yang akan membalas kebaikannya, mereka meninggalkan makanan, minuman dan syahwat mereka di siang hari hanya keranaku” hadis riwayat bukhari & muslim walaupun begitu, ganjaran pahala juga boleh terhapus jika kita tidak meninggalkan amalan-amalan keji seperti mencarut, mengeji, mengumpat, memfitnah serta banyak lagi perbuatan-perbuatan dosa yang lain. ingatlah sabda nabi yang bermaksud “barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan buruk dan perbuatannya tatkala puasa, maka tiada hajat allah baginya kerana pahala akan terhapus walaupun meninggalkan makanan dan minumannya” hadis riwayat bukhari oleh itu, , marilah bersama-sama kita melatih diri untuk mengelakkan diri daripada melakukan perbuatan-perbuatan keji bermula dari sekarang agar kita dapat menjaga dan memelihara kesucian bulan ramadan nanti dengan sebaik-baiknya, insyaallah. English tazkirah ramadhan Last Update 2019-03-05 Usage Frequency 1 Quality Reference AnonymousWarning Contains invisible HTML formatting Get a better translation with 7,320,058,631 human contributions Users are now asking for help We use cookies to enhance your experience. By continuing to visit this site you agree to our use of cookies. Learn more. OK Hadits ini penuh faedah karena berisi bahasan masalah menjawab azan. Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani Kitab Shalat – Bab Al-Azan Tentang Azan Hadits 192 وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – إِذَا سَمِعْتُمْ اَلنِّدَاءَ, فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ اَلْمُؤَذِّنُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian mendengar azan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan muazin.” Muttafaqun alaih [HR. Bukhari, no. 611 dan Muslim, no. 383] Hadits 193 وَلِلْبُخَارِيِّ عَنْ مُعَاوِيَةَ Dalam riwayat Al-Bukhari, “Dari Mu’awiyah radhiyallahu anhu seperti itu pula.” [HR. Bukhari, no. 612, 613] Hadits 194 وَلِمُسْلِمٍ – عَنْ عُمَرَ فِي فَضْلِ اَلْقَوْلِ كَمَا يَقُولُ اَلْمُؤَذِّنُ كَلِمَةً كَلِمَةً, سِوَى اَلْحَيْعَلَتَيْنِ, فَيَقُولُ “لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاَللَّهِ” Dalam riwayat Muslim dari Umar radhiyallahu anhu tentang keutamaan mengucapkan kalimat sebagaimana yang diucapkan oleh muazin, kalimat demi kalimat kecuali hayya alash shalaah dan hayya alal falaah, maka hendaknya mengucapkan “laa hawla wa laa quwwata illa billah”. [HR. Muslim, no. 385] Faedah Hadits Disunnahkan mengikuti menjawab ucapan azan, hukumnya sunnah, tidak sampai wajib. Demikian pendapat jumhur ulama. Mengikuti ucapan muazin adalah dalam semua ucapan muazin kecuali pada kalimat hay’alatain hayya alash shalah, hayya alal falah yaitu dijawab dengan LAA HAWLA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH. Menjawab azan dan menghadiri shalat berjamaah adalah dengan kekuatan, pertolongan, dan taufik dari Allah. Hendaklah yang berada dalam dzikir, doa, membaca Al-Qur’an kala mendengar azan yang ia pentingkan adalah meniru azan. Karena mengikuti azan adalah ibadah yang waktunya terbatas. Jika waktunya telah lewat, maka dianggap luput. Sedangkan membaca Al-Qur’an, dzikir, dan doa masih bisa dilakukan pada waktu lainnya. Orang yang sedang thawaf keliling Kabah juga mengikuti muazin kala mendengar azan. Mengikuti muazin seperti ini pula termasuk dzikir. Dzikir disyariatkan saat thawaf. Menjawab azan dituntut pada siapa saja kecuali ketika berada di kamar mandi atau kala ia jimak. Orang yang sedang shalat lantas mendengar azan, maka ia tidak perlu mengikuti ucapan azan walaupun ia sedang melakukan shalat sunnah. Inilah pendapat kebanyakan ulama karena berdasarkan hadits, “Sesungguhnya dalam shalat itu benar-benar berada dalam kesibukan.” HR. Bukhari, no. 1199 dan Muslim, no. 538, 34 Muazin yang mengumandangkan azan tidak perlu menjawab azan yang ia ucapkan sendiri karena dalam hadits disebutkan “jika kalian mendengar azan” berarti cuma berlaku bagi yang mendengar saja. Azan yang dijawab adalah setiap azan yang didengar sesuai praktik tekstual hadits. Tetap menjawab azan dengan sekadar mendengar azan walau tidak melihat muazin. Dalam menjawab “ash-shalaatu khoirum minan nauum” juga sama dengan ucapan seperti itu. Karena hadits hanya mengecualikan yang jawabannya berbeda adalah ucapan hayya alash shalaah dan hayya alal falaah. Adapun ucapan tatswib ash-shalaatu khoirum minan nauum dijawab dengan shadaqta wa barirta ada juga yang membaca shadaqta wa bararta sebagaimana anjuran dalam madzhab Hambali dan Syafii, maka tidak ada dalilnya. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam At-Talkhish 1222 bahwa jawaban shadaqta wa barirta itu LAA ASHLA LAHU, artinya tidak diketahui dalilnya. Imam Ash-Shan’ani dalam Subul As-Salam 1244 mengatakan bahwa jawaban itu hanya anggapan baik dari orang yang menganjurkan, padahal tidak ada dalil sunnah yang mendukungnya. Menjawab muazin adalah setelah mengucapkan setiap kalimat, bukan diucapkan berbarengan atau diucapkan telat. Jika tidak mendengar azan melainkan pas di pertengahan, maka ia ikuti azan yang tersisa, lalu ia qadha yang luput. Karena azan adalah bagian dari dzikir. Seorang muslim hendaknya menjaga amalan salehnya. Yang ia luput hendaklah ia qadha. Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa seperti itu tidak perlu diqadha’. Inilah yang jadi pendapat Syaikh Utsman An-Najdi dan disetujui pula oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim. Hadits ini menunjukkan akan keutamaan menjawab azan dan menjawab dengan dzikir-dzikir yang disebutkan. Inilah tanda luasnya karunia Allah dan rahmat-Nya pada hamba-Nya, serta menunjukkan sempurnanya syariat-Nya. Disunnahkan berdoa sesudah azan karena saat itu adalah waktu diijabahinya doa. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا. غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ “Siapa yang mengucapkan setelah mendengar azan Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa artinya aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku, maka dosanya akan diampuni.” HR. Muslim, no. 386 Dari Abdullah bin Amr bahwa seseorang pernah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya muadzin selalu mengungguli kami dalam pahala amalan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, قُلْ كَمَا يَقُولُونَ فَإِذَا انْتَهَيْتَ فَسَلْ تُعْطَهْ “Ucapkanlah sebagaimana disebutkan oleh muadzin. Lalu jika sudah selesai kumandang azan, berdoalah, maka akan diijabahi dikabulkan.” HR. Abu Daud no. 524 dan Ahmad 2 172. Al-Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan. Baca Juga 5 Amalan Ketika Mendengar Azan Arti Laa Hawla wa Laa Quwwata Illa Billah Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata mengenai arti laa hawla wa laa quwwata illa billah, لاَ حَوْلَ عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ إِلاَّ بِعِصْمَتِهِ، وَلاَ قُوَّةَ عَلَى طَاعَتِهِ إِلاَّ بِمَعُوْنَتِهِ “Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindugan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.” Syarh Shahih Muslim, 17 26-27 Perlukah menjawab iqamah? Tanya Apa hukum ucapan “Allahumma aqoomahallahu wa adamahaa maa daamatis samawaati wal ardh” Semoga Allah tetap memberikan kekuatan kepada kami untuk bisa menegakkan sholat dan melanggengkannya selama langit dan bumi masih ada ketika dikumandangkannya iqamah? Jawab Yang dituntunkan bagi orang yang mendengarkan iqamah adalah sama seperti orang yang mengumandangkannya yaitu juga mengucapkan “qod qoomatish sholaah, qod qoomatish sholaah” karena iqamah itu termasuk adzan kedua sehingga hukumnya sama dengan adzan, pen. Sedangkan terdapat dalam hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau berkata, “Jika seseorang mendengar muazin mengumandangkan adzan, maka hendaklah ia mengucapkan sebagaimana diucapkan oleh muazin.” HR. Muslim, At Tirmidzi, An-Nasai, Abu Daud dan Ahmad Sebagian ulama menganjurkan bahwa orang yang mendengar “qod qoomatish sholaah” hendaklah mengucapkan “aqoomahallahu wa adaamah.” Landasan dari ulama ini adalah hadits bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan seperti ini ketika dikumandangkannya iqamah. Namun perlu diketahui bahwa hadits tersebut adalah hadits yang dhoif lemah. Yang tepat adalah mengucapkan sebagaimana diucapkan muazin yaitu ucapan qod qoomatish sholaah. Semoga Allah memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Yang menandatangani fatwa ini Syaikh Abdul Aziz bin Baz selaku ketua, Syaikh Abdur Rozaq Afifi selaku wakil ketua, dan Syaikh Abdullah bin Qu’ud selaku anggota. [Fatwa Al Lajnah Ad Daimah, 6/91 , pertanyaan keenam dari fatwa no. 5609] Simak juga pembahasan lainnya dari kitab Bulughul Maram disini. Referensi Minhah Al-Allam fi Syarh Bulugh pertama, Tahun 1432 H. Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Kedua. Disusun di Darush Sholihin, 13 Shafar 1441 H 11 Oktober 2019 Oleh yang selalu mengharapkan ampunan Allah Muhammad Abduh Tuasikal Artikel

hadits riwayat muslim no 1914